Kandungan lautan
Karena penelitian luar angkasa terlihat lebih ‘glamour’ dibanding meneliti lautan beserta kandungannya. Sebutan Rocket Scientist mungkin kelihatan lebih trendy dibanding Marine Geophysic atau Marine Biologist.
Tapi banyak orang lupa. Justru di lautan jualah masa lalu dan masa depan kebergantungan umat manusia berada. Negara-negara besar dan kuat hanyalah negara-negara yang memiliki angkatan laut yang besar dan kuat. Negeri-negeri kaya masa depan adalah negeri-negeri yang
memiliki laut atau kepulauan dengan kandungan yang kaya. Sedangkan negeri-negeri yang hanya dikelilingi daratan (landlock) akan lebih susah berkembang.
Beberapa negara, seperti Jepang, Inggris, Irlandia, Singapura, Hong Kong, Taiwan, Selandia Baru, Bahrain adalah negara pulau. Juga negara-negara pesisir yang kuat ekonominya karena ditopang industri maritim, seperti Norwegia, Korea Selatan, Belanda dan Jerman.
Faktanya, memiliki tak pernah bisa menguasai. Karena ketidakmampuan mengelola laut, negara-negara yang seharusnya kaya-raya karena memiliki sumber daya alam, mereka justru miskin dan hidupnya susah. Mereka memiliki tapi tak mampu menguasai. Di Sierra Leone, Afrika Barat, dikenal lautnya kaya intan. Namun, kekayaan itu justu dikeruk bangsa Eropa dan Amerika Serikat (AS). Di Papua dan Riau, dikenal memiliki kandungan emas dan minyaknya. Namun, pengelolanya bukan orang-orang pribumi. Mereka tak lain adalah bangsa Amerika, bukan kita.
Ayat-ayat Allah SWT
Jauh sebelum lahirnya pakar-pakar tsunami dan gelombang laut, Al-Qur’an secara detil dan menjelaskan akan keganasan gelombang laut. Akibat ketakjuban kandungan Al-Qur’an ini, bahkan pernah mengantarkan seorang pelaut ulung asal Amerika memeluk Islam.
Garry Miller, pernah bercerita, di Toronto, Kanada, ada seorang pelaut ulung yang menghabiskan waktunya di atas kapal dan seluruh hidupnya di atas lautan. Suatu ketika, seorang Muslim meminjamkannya Al-Qur’an. Pria ini kemudian terkaget-kaget setelah membaca isi Al-Qur’an Surat An-Nur: 40, yang menganggap teori gelombang laut.
“Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan; gelap gulita yang bertindih-tindih, tiadalah dia dapat melihatnya, (dan) barangsiapa oleh Allah tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya sedikitnya.” (QS. An-Nur: 40)
Menurut Garry Miller, karena kekaguman isi kandungan Al-Qur’an itu, sang pelaut lantas bertanya kepada si pemilik Al-Qur’an. “Apakah Muhammad itu seorang pelaut? Bukan, bahkan sesungguhnya Muhammad tinggal di tengah gurun pasir.” Jawaban itu kontan membuat sang
pelaut mengimani al-Qur’an dan segera memeluk Islam. Bagaimana mungkin, ada sebuah kitab mampu menjelaskan teori ombak besar bertindih-tindih sedang penyampai risalah itu (Nabi Muhammad) justru tinggal di sebuah padang pasir cadas Mekah dan Madinah, yang jauh
lebih dari 100 kilometer dari pesisir Laut Merah jika bukan sebuah kitab suci?
Al-Qur’an tak hanya mengulas rahasia gelombang dasyat semata. Apa yang akan Anda pikirkan dengan isi kandungan QS. Al-Thur ayat 6 yang isinya berbunyi, “Dan lautan yang di dalam tanahnya ada api.” Bagi orang-orang yang tak mau merenung dan berpikir, akan sulit memahami isi Al-Qur’an apalagi kemudian menyatakan segera berserah diri bahwa Allah adalah Tuhan Yang Maha Benar.
Istilah gelombang yang bergulung-gulung, dan api yang keluar dari dasar lautan itu sudah ada sejak 1.400 tahun lalu, sebelum pakar-pakar tsunami mampu menjelaskan ada ombak berbahaya dan menakutkan atau gempa di dasar lautan.
Ketika baru beberapa tahun ini para ilmuwan mampu membuktikan bahwa bola bumi tidak statis alias bergerak, melalui pengukuran geomagnetik, mereka gembira luar biasa karena bisa menjelaskan bahwa kulit bola bumi bisa berpindah-pindah dan bergerak. Tapi rupanya
mereka kecele, sebab jauh sebelumnya, ribuan tahun lalu, Al-Qur’an telah mengungkapnya secara gamblang.
Dalam Surat an-Naml ayat 88 dan al-Thur ayat 10, Al-Qur’an mengatakan dengan sangat jelas, “Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangga ia tetap di tempatnya, padahal dia berjalan sebagaimana jalan awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kukuh tiap-tiap
sesuatu; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
(QS. Al-Naml:88).
Pembentukan Hujan
Pembentukan hujan berlangsung dalam tiga tahap. Pertama, “bahan baku” hujan naik ke udara, lalu awan terbentuk. Akhirnya, curahan hujan terlihat.
Tahap-tahap ini ditetapkan dengan jelas dalam Al-Qur’an berabad-abad yang lalu, yang memberikan informasi yang tepat mengenai pembentukan hujan,
“Dialah Allah Yang mengirimkan angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendakiNya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu lihat air hujan keluar dari celah-celahnya; maka, apabila hujan itu turun mengenai hamba-hambaNya yang dikehendakiNya, tiba-tiba mereka menjadi gembira” (Al Qur’an, 30:48)
Gambar di atas memperlihatkan butiran-butiran air yang lepas ke udara. Ini adalah tahap pertama dalam proses pembentukan hujan. Setelah itu, butiran-butiran air dalam awan yang baru saja terbentuk akan melayang di udara untuk kemudian menebal, menjadi jenuh, dan turun sebagai hujan. Seluruh tahapan ini disebutkan dalam Al Qur’an.
pembuktian :
Gambar di atas memperlihatkan butiran-butiran air yang lepas ke udara. Ini adalah tahap pertama dalam proses pembentukan hujan. Setelah itu, butiran-butiran air dalam awan yang baru saja terbentuk akan melayang di udara untuk kemudian menebal, menjadi jenuh, dan turun sebagai hujan. Seluruh tahapan ini disebutkan dalam Al Qur’an.
TAHAP KE-1: “Dialah Allah Yang mengirimkan angin…”
Gelembung-gelembung udara yang jumlahnya tak terhitung yang dibentuk dengan pembuihan di lautan, pecah terus-menerus dan menyebabkan partikel-partikel air tersembur menuju langit. Partikel-partikel ini, yang kaya akan garam, lalu diangkut oleh angin dan bergerak ke atas di atmosfir. Partikel-partikel ini, yang disebut aerosol, membentuk awan dengan mengumpulkan uap air di sekelilingnya, yang naik lagi dari laut, sebagai titik-titik kecil dengan mekanisme yang disebut “perangkap air”.
TAHAP KE-2: “…lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal…”
Awan-awan terbentuk dari uap air yang mengembun di sekeliling butir-butir garam atau partikel-partikel debu di udara. Karena air hujan dalam hal ini sangat kecil (dengan diamter antara 0,01 dan 0,02 mm), awan-awan itu bergantungan di udara dan terbentang di langit. Jadi, langit ditutupi dengan awan-awan.
TAHAP KE-3: “…lalu kamu lihat air hujan keluar dari celah-celahnya…”
Partikel-partikel air yang mengelilingi butir-butir garam dan partikel -partikel debu itu mengental dan membentuk air hujan. Jadi, air hujan ini, yang menjadi lebih berat daripada udara, bertolak dari awan dan mulai jatuh ke tanah sebagai hujan.
Semua tahap pembentukan hujan telah diceritakan dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Selain itu, tahap-tahap ini dijelaskan dengan urutan yang benar. Sebagaimana fenomena-fenomena alam lain di bumi, lagi-lagi Al-Qur’anlah yang menyediakan penjelasan yang paling benar mengenai fenomena ini dan juga telah mengumumkan fakta-fakta ini kepada orang-orang pada ribuan tahun sebelum ditemukan oleh ilmu pengetahuan.
Dalam sebuah ayat, informasi tentang proses pembentukan hujan dijelaskan:
“Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian)nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih, maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan- gumpalan awan seperti) gunung-gunung, maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan.” (Al Qur’an, 24:43)
TAHAP – 1, Pergerakan awan oleh angin: Awan-awan dibawa, dengan kata lain, ditiup oleh angin.
TAHAP – 2, Pembentukan awan yang lebih besar: Kemudian awan-awan kecil (awan kumulus) yang digerakkan angin, saling bergabung dan membentuk awan yang lebih besar.
TAHAP – 3,
Pembentukan awan yang bertumpang tindih: Ketika awan-awan kecil saling bertemu dan bergabung membentuk awan yang lebih besar, gerakan udara vertikal ke atas terjadi di dalamnya meningkat. Gerakan udara vertikal ini lebih kuat di bagian tengah dibandingkan di bagian tepinya. Gerakan udara ini menyebabkan gumpalan awan tumbuh membesar secara vertikal, sehingga menyebabkan awan saling bertindih-tindih. Membesarnya awan secara vertikal ini menyebabkan gumpalan besar awan tersebut mencapai wilayah-wilayah atmosfir yang bersuhu lebih dingin, di mana butiran-butiran air dan es mulai terbentuk dan tumbuh semakin membesar. Ketika butiran air dan es ini telah menjadi berat sehingga tak lagi mampu ditopang oleh hembusan angin vertikal, mereka mulai lepas dari awan dan jatuh ke bawah sebagai hujan air, hujan es, dsb. (Anthes, Richard A.; John J. Cahir; Alistair B. Fraser; and Hans A. Panofsky, 1981, The Atmosphere, s. 269; Millers, Albert; and Jack C. Thompson, 1975, Elements of Meteorology, s. 141-142)
Sumber : http://www.kaskus.us/showthread.php?t=4415563
Karena penelitian luar angkasa terlihat lebih ‘glamour’ dibanding meneliti lautan beserta kandungannya. Sebutan Rocket Scientist mungkin kelihatan lebih trendy dibanding Marine Geophysic atau Marine Biologist.
Tapi banyak orang lupa. Justru di lautan jualah masa lalu dan masa depan kebergantungan umat manusia berada. Negara-negara besar dan kuat hanyalah negara-negara yang memiliki angkatan laut yang besar dan kuat. Negeri-negeri kaya masa depan adalah negeri-negeri yang
memiliki laut atau kepulauan dengan kandungan yang kaya. Sedangkan negeri-negeri yang hanya dikelilingi daratan (landlock) akan lebih susah berkembang.
Beberapa negara, seperti Jepang, Inggris, Irlandia, Singapura, Hong Kong, Taiwan, Selandia Baru, Bahrain adalah negara pulau. Juga negara-negara pesisir yang kuat ekonominya karena ditopang industri maritim, seperti Norwegia, Korea Selatan, Belanda dan Jerman.
Faktanya, memiliki tak pernah bisa menguasai. Karena ketidakmampuan mengelola laut, negara-negara yang seharusnya kaya-raya karena memiliki sumber daya alam, mereka justru miskin dan hidupnya susah. Mereka memiliki tapi tak mampu menguasai. Di Sierra Leone, Afrika Barat, dikenal lautnya kaya intan. Namun, kekayaan itu justu dikeruk bangsa Eropa dan Amerika Serikat (AS). Di Papua dan Riau, dikenal memiliki kandungan emas dan minyaknya. Namun, pengelolanya bukan orang-orang pribumi. Mereka tak lain adalah bangsa Amerika, bukan kita.
Ayat-ayat Allah SWT
Jauh sebelum lahirnya pakar-pakar tsunami dan gelombang laut, Al-Qur’an secara detil dan menjelaskan akan keganasan gelombang laut. Akibat ketakjuban kandungan Al-Qur’an ini, bahkan pernah mengantarkan seorang pelaut ulung asal Amerika memeluk Islam.
Garry Miller, pernah bercerita, di Toronto, Kanada, ada seorang pelaut ulung yang menghabiskan waktunya di atas kapal dan seluruh hidupnya di atas lautan. Suatu ketika, seorang Muslim meminjamkannya Al-Qur’an. Pria ini kemudian terkaget-kaget setelah membaca isi Al-Qur’an Surat An-Nur: 40, yang menganggap teori gelombang laut.
“Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan; gelap gulita yang bertindih-tindih, tiadalah dia dapat melihatnya, (dan) barangsiapa oleh Allah tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya sedikitnya.” (QS. An-Nur: 40)
Menurut Garry Miller, karena kekaguman isi kandungan Al-Qur’an itu, sang pelaut lantas bertanya kepada si pemilik Al-Qur’an. “Apakah Muhammad itu seorang pelaut? Bukan, bahkan sesungguhnya Muhammad tinggal di tengah gurun pasir.” Jawaban itu kontan membuat sang
pelaut mengimani al-Qur’an dan segera memeluk Islam. Bagaimana mungkin, ada sebuah kitab mampu menjelaskan teori ombak besar bertindih-tindih sedang penyampai risalah itu (Nabi Muhammad) justru tinggal di sebuah padang pasir cadas Mekah dan Madinah, yang jauh
lebih dari 100 kilometer dari pesisir Laut Merah jika bukan sebuah kitab suci?
Al-Qur’an tak hanya mengulas rahasia gelombang dasyat semata. Apa yang akan Anda pikirkan dengan isi kandungan QS. Al-Thur ayat 6 yang isinya berbunyi, “Dan lautan yang di dalam tanahnya ada api.” Bagi orang-orang yang tak mau merenung dan berpikir, akan sulit memahami isi Al-Qur’an apalagi kemudian menyatakan segera berserah diri bahwa Allah adalah Tuhan Yang Maha Benar.
Istilah gelombang yang bergulung-gulung, dan api yang keluar dari dasar lautan itu sudah ada sejak 1.400 tahun lalu, sebelum pakar-pakar tsunami mampu menjelaskan ada ombak berbahaya dan menakutkan atau gempa di dasar lautan.
Ketika baru beberapa tahun ini para ilmuwan mampu membuktikan bahwa bola bumi tidak statis alias bergerak, melalui pengukuran geomagnetik, mereka gembira luar biasa karena bisa menjelaskan bahwa kulit bola bumi bisa berpindah-pindah dan bergerak. Tapi rupanya
mereka kecele, sebab jauh sebelumnya, ribuan tahun lalu, Al-Qur’an telah mengungkapnya secara gamblang.
Dalam Surat an-Naml ayat 88 dan al-Thur ayat 10, Al-Qur’an mengatakan dengan sangat jelas, “Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangga ia tetap di tempatnya, padahal dia berjalan sebagaimana jalan awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kukuh tiap-tiap
sesuatu; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
(QS. Al-Naml:88).
Pembentukan Hujan
Pembentukan hujan berlangsung dalam tiga tahap. Pertama, “bahan baku” hujan naik ke udara, lalu awan terbentuk. Akhirnya, curahan hujan terlihat.
Tahap-tahap ini ditetapkan dengan jelas dalam Al-Qur’an berabad-abad yang lalu, yang memberikan informasi yang tepat mengenai pembentukan hujan,
“Dialah Allah Yang mengirimkan angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendakiNya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu lihat air hujan keluar dari celah-celahnya; maka, apabila hujan itu turun mengenai hamba-hambaNya yang dikehendakiNya, tiba-tiba mereka menjadi gembira” (Al Qur’an, 30:48)
Gambar di atas memperlihatkan butiran-butiran air yang lepas ke udara. Ini adalah tahap pertama dalam proses pembentukan hujan. Setelah itu, butiran-butiran air dalam awan yang baru saja terbentuk akan melayang di udara untuk kemudian menebal, menjadi jenuh, dan turun sebagai hujan. Seluruh tahapan ini disebutkan dalam Al Qur’an.
pembuktian :
Gambar di atas memperlihatkan butiran-butiran air yang lepas ke udara. Ini adalah tahap pertama dalam proses pembentukan hujan. Setelah itu, butiran-butiran air dalam awan yang baru saja terbentuk akan melayang di udara untuk kemudian menebal, menjadi jenuh, dan turun sebagai hujan. Seluruh tahapan ini disebutkan dalam Al Qur’an.
TAHAP KE-1: “Dialah Allah Yang mengirimkan angin…”
Gelembung-gelembung udara yang jumlahnya tak terhitung yang dibentuk dengan pembuihan di lautan, pecah terus-menerus dan menyebabkan partikel-partikel air tersembur menuju langit. Partikel-partikel ini, yang kaya akan garam, lalu diangkut oleh angin dan bergerak ke atas di atmosfir. Partikel-partikel ini, yang disebut aerosol, membentuk awan dengan mengumpulkan uap air di sekelilingnya, yang naik lagi dari laut, sebagai titik-titik kecil dengan mekanisme yang disebut “perangkap air”.
TAHAP KE-2: “…lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal…”
Awan-awan terbentuk dari uap air yang mengembun di sekeliling butir-butir garam atau partikel-partikel debu di udara. Karena air hujan dalam hal ini sangat kecil (dengan diamter antara 0,01 dan 0,02 mm), awan-awan itu bergantungan di udara dan terbentang di langit. Jadi, langit ditutupi dengan awan-awan.
TAHAP KE-3: “…lalu kamu lihat air hujan keluar dari celah-celahnya…”
Partikel-partikel air yang mengelilingi butir-butir garam dan partikel -partikel debu itu mengental dan membentuk air hujan. Jadi, air hujan ini, yang menjadi lebih berat daripada udara, bertolak dari awan dan mulai jatuh ke tanah sebagai hujan.
Semua tahap pembentukan hujan telah diceritakan dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Selain itu, tahap-tahap ini dijelaskan dengan urutan yang benar. Sebagaimana fenomena-fenomena alam lain di bumi, lagi-lagi Al-Qur’anlah yang menyediakan penjelasan yang paling benar mengenai fenomena ini dan juga telah mengumumkan fakta-fakta ini kepada orang-orang pada ribuan tahun sebelum ditemukan oleh ilmu pengetahuan.
Dalam sebuah ayat, informasi tentang proses pembentukan hujan dijelaskan:
“Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian)nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih, maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan- gumpalan awan seperti) gunung-gunung, maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan.” (Al Qur’an, 24:43)
TAHAP – 1, Pergerakan awan oleh angin: Awan-awan dibawa, dengan kata lain, ditiup oleh angin.
TAHAP – 2, Pembentukan awan yang lebih besar: Kemudian awan-awan kecil (awan kumulus) yang digerakkan angin, saling bergabung dan membentuk awan yang lebih besar.
TAHAP – 3,
Pembentukan awan yang bertumpang tindih: Ketika awan-awan kecil saling bertemu dan bergabung membentuk awan yang lebih besar, gerakan udara vertikal ke atas terjadi di dalamnya meningkat. Gerakan udara vertikal ini lebih kuat di bagian tengah dibandingkan di bagian tepinya. Gerakan udara ini menyebabkan gumpalan awan tumbuh membesar secara vertikal, sehingga menyebabkan awan saling bertindih-tindih. Membesarnya awan secara vertikal ini menyebabkan gumpalan besar awan tersebut mencapai wilayah-wilayah atmosfir yang bersuhu lebih dingin, di mana butiran-butiran air dan es mulai terbentuk dan tumbuh semakin membesar. Ketika butiran air dan es ini telah menjadi berat sehingga tak lagi mampu ditopang oleh hembusan angin vertikal, mereka mulai lepas dari awan dan jatuh ke bawah sebagai hujan air, hujan es, dsb. (Anthes, Richard A.; John J. Cahir; Alistair B. Fraser; and Hans A. Panofsky, 1981, The Atmosphere, s. 269; Millers, Albert; and Jack C. Thompson, 1975, Elements of Meteorology, s. 141-142)
Sumber : http://www.kaskus.us/showthread.php?t=4415563
Tidak ada komentar:
Posting Komentar